Makna Warna Ungu dan Segala Filosofinya....!!!
Hampir Lebih dari Manusia didunia ini menyukai warna-warna tertentu, Saya sendiri pun demikian.... Warna "UNGU" atau warna janda ini kurang mendapat tempat dihati sebagian orang. Kebanyakan orang menyukai warna Pink untuk wanita dan warna Biru untuk laki-laik.....
"UNGU" merupakan percampuran antara warna merah dengan warna biru yang memberi kesan sejuk dan eksotik bagi pemakainya... Sifatnya sedikit kurang teliti tetapi selalu penuh harapan. Kemewahan serta prestisius adalah kesan lain dari Warna Ungu.
Kesan positif yang ditampilkan oleh warna ungu meliputi kaum raja, kaum ningrat, spirituality, kemewahan, ambition sedangkan kesan negatif yang ditimbulkan dari warna ungu adalah misteri, kemasgulan...
Berikut kutipan kesan yang ditimbulkan warna "UNGU" bila dipandang dari ilmu Psikologi :
Secara historis, warna ungu telah terkait dengan royalti dan kuasa. Ungu merupakan kekayaan dan pemborosan. Ungu paling sering terhubung dengan bunga, gemstones, dan matahari terbenam. Jika kamu mencoba untuk membuat sebuah desain web atau blog yang out of the box, pikirlah menggunakan kekayaan warna ungu. According to CSS Zen Garden’s Design category index, ungu adalah warna yang sangat-sangat jarang digunakan warna.
Jadi....???? Fakta membuktikan jika warna "UNGU" bukan di artikan sebagai warna janda tetapi sebagai sesuatu yang misteri.
Kamis, 10 Januari 2013
Analisa Film G30S/PKI
ANALISA FILM G30S/PKI
1. Penggambaran Bung Karno sakit keras :
Sukarno adalah pribadi yang hidup, jiwanya bergelora tapi
dalam film itu ia digambarkan sedang sakit keras, semangat hidupnya nyaris tak
ada. Di dalam cerita ini pemeran Bung Karno, Umar Khayam kerjanya hanya di
tempat tidur atau berjalan seperti orang bingung. Bahkan adegan pertama dimulai
dengan penggambaran sakitnya Bung Karno.
Pesan dari tampilnya Bung Karno yang sakit ini adalah “Raja
Sedang Sakit” dalam negara yang demokrasinya gagal, sakitnya raja akan selalu
melahirkan suasana kalut, takut, dan mencekam karena akan terjadi bayangan
perang suksesi. Disini yang siap dalam perang suksesi adalah PKI yang selalu
digambarkan rapat terus menerus. Padahal di masa terjadinya Penculikan Untung
sebelum dan sesudah Bung Karno dalam kondisi bugar, ia bagai banteng ketaton
jadi penggambaran Bung Karno di dalam ranjang yang kusam adalah sebuah pesan
sesuai dengan jalan cerita yang diinginkan oleh pembuat film dan penyokong fim
itu.
2. Setelah adanya tampilan raja sakit itu,
kemudian digambarkan dua sisi masyarakat, satu kelompok kelas
menengah yang isinya seorang laki-laki pensiunan bicara terus menerus dengan
isteri dan anaknya yang sedang latihan drumband dengan mengetuk-ngetukkan meja.
Dan penggambaran kedua adalah orang Miskin, gelandangan yang baru tiba di
Jakarta. Pesan dari film ini adalah masyarakat terdidik resah dengan kondisi
negara yang kacau balau sementara rakyat gelandangan ada dimana-mana. Kontras
semakin bisu setelah penggambaran Istana Sukarno dengan tampilan gelandangan,
secara tersembunyi film itu ingin mengesankan bahwa Sukarno yang hidup bagai
raja, sementara rakyatnya tidur di pinggir jalan dan kelaparan. Padahal
realitasnya di jaman itu Sukarno begitu dielu-elukan rakyatnya, walaupun
rakyatnya miskin tapi jiwa rakyat masih mendukung Bung Karno sebagai pemimpin
mereka, bahkan di saat itu Bung Karno berdiri di pihak rakyat jelata
berhadap-hadapan vis a vis dengan kelompok elite yang secara status quo menolak
revolusi Bung Karno yang mengganggu kenyamanan mereka.
3. Rapat-rapat PKI dan asap rokok terus menerus.
Digambarkan dalam rangkaian sebelum kejadian penculikan
rapat-rapat PKI terjadi, dan asap mengepul dimana-mana. Pesan dari adegan ini
adalah seluruh gerakan dari semua proses dialektis politik seakan-akan terjadi
karena PKI, PKI dianggap sebagai pusat penyadaran dari aktivitas Pra Penculikan
para Jenderal. Padahal sebelum terjadinya gerakan Untung, kegiatan intelijen
tidak hanya dilakukan PKI, bahkan PKI sendiri masih bagian kecil dari gerakan
itu. Gerakan intel ada yang dari kelompok Bandrio melalui BPI, gerakan Angkatan
Darat lewat segala macam move politiknya, gerakan Partai-Partai Politik baik
yang sudah disortir macam PSI lewat Gemsos-nya dan pelarian di luar negeri yang
membangun jaringan politik internasional, Masyumi yang habis gara-gara PRRI
kemudian digantikan posisinya oleh NU, HMI yang bertahan dari ancaman DN Aidit
untuk dibubarkan, Gerakan Ganjang Malaysia yang lagi seru-serunya, Sosialisasi
Angkatan Ke V yang ditolak Yani, Gerakan diam-diam Nasution yang juga
menggunakan agen intel bernama Oejeng Suwargana (banyak diceritakan baik oleh
Rosihan Anwar ataupun AM Hanafi), Ditemukannya rekaman rencana Dewan Djenderal
oleh beberapa orang Partai yang memuat nama S Parman, dipersiapkan sebagai
Jaksa Agung dan banyak lagi selentingan-selentingan yang memang wajar di masa
semuanya bersiap dalam pertarungan politik di masa revolusi Sukarno. Tapi yang
jelas PKI bukanlah satu-satunya pusat dari pertarungan itu.
4. DN Aidit dan asap rokok.
Digambarkan DN Aidit sebagai seorang perokok, padahal yang
perokok bukanlah DN Aidit tapi pemeran DN Aidit dalam film itu : Syu’bah Asa.
Hanya saja sebagai penguatan karakter orang yang sedang membangun rencana maka
asap rokok diperlukan untuk menjadi sebuah arahan bagaimana orang sedang
berpikir keras untuk membangun rencana jahatnya sesuai dengan keinginan pembuat
film. Dalam peran antagonis di film ini, rokok menjadi salah satu blocking yang
menarik.
5. Hadirnya Suharto yang tiba-tiba.
Dalam film itu setelah penculikan Untung Suharto ada secara
tiba-tiba. Di awal-awal sebelum penculikan seakan-akan Suharto tidak ada dan
tidak berperanan. Film ini ingin memesankan : Suharto tidak tahu menahu soal
perencanaan dan tidak bermain di prolog Gestapu dan film ini berakhir dalam
adegan penggalian lobang buaya dan ditambahi suara rekaman AH Nasution. Film
ini hanya menekankan pada aksi penculikan, makanya setelah film G 30 S/PKI
sebenarnya ada film lanjutan judulnya ‘Supersemar’ tapi entah kenapa film
lanjutan itu tidak jadi dipertunjukkan, oleh sebab memang penyimpangan Suharto
yang paling utama terjadi setelah pasca penculikan seperti penafsiran masalah
Supersemar. Padahal dalam kejadian sebenarnya Suharto juga berperanan dalam
prolog kejadian Untung seperti : Suharto memerintahkan dengan mengeluarkan
radiogram no. T 220/9 pada tanggal 15 September 1965 dan radiogram lanjutan T
230/9 Yon 530 Brawijaya dan Yon 454 ‘Banteng Raiders’ Diponegoro untuk datang
ke Jakarta dengan kelengkapan penuh. Sementara pada tanggal 29 September 1965
Suharto melakukan inspeksi ke Pasukan tersebut. Dua Batalyon yang datang inilah
yang kemudian terlibat dalam peristiwa penculikan Untung. Selain Resimen
Cakrabirawa yang juga digunakan oleh Letnan Kolonel Untung untuk melakukan
pekerjaan gilanya. Jadi hadirnya Suharto dalam peristiwa G 30 S/PKI bukanlah
tiba-tiba apalagi pada tahun 1978 pada Pledoi Kolonel Latif dinyatakan Suharto
dua kali dilapori oleh Latif tentang rencana operasi Latif ini dan Suharto
sudah mendapatkan kabar, tapi ini sama sekali tidak pernah ada adegan dalam
film itu.
6. Film ini tidak secara jelas siapa yang memerintahkan
membunuh para Jenderal itu.
Artinya film G 30
S/PKI yang sangat indah dalam filmis dan wajib tonton lebih menekankan pada
histeria massa. Ketakutan-ketakutan yang ditimbulkan seperti peristiwa
penginjakan Al Qur’an dan segala macam bentuk kemuraman yang mengelilinginya.
Film itu berakhir dengan datangnya fajar dimana gelandangan tadi melihat
Jakarta yang cerah seakan-akan hadir sebuah jaman baru.
Makalah Kebudayaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak proklamasi
kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak pengalaman yang
diperoleh bangsa kita tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dan disain
bagi terbentuknya kebudayaan nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa,
khususnya dalam lima tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan
tuntutan reformasi (tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai
ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara (governance) dan
kerukunan sosial (social harmony) menjadi berantakan dan menumbuhkan
ketidakpatuhan sosial (social disobedience). Dari sinilah berawal
tindakan-tindakan anarkis, pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula
tak terkecuali pelanggaran hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini
berkepanjangan dan tidak jelas kapan
saatnya krisis ini akan berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa
bangsa kita adalah “bangsa yang sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak pula
menawarkan solusi.
Timbul pertanyaan: mengapa bangsa
kita dicemooh oleh bangsa lain? Mengapa pula ada sejumlah orang Indonesia yang
tanpa canggung dan tanpa merasa risi dengan mudah berkata, “Saya malu menjadi
orang Indonesia” dan bukannya secara Negara menantang dan mengatakan, “Saya
siap untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ini”? Mengapa pula
wakil-wakil rakyat dan para pemimpin malahan saling tuding sehingga menjadi
bahan olok-olok orang banyak? Mengapa pula banyak orang, termasuk kaum
intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus “disingkirkan” sebagai dasar
Negara? Kaum intelektual yang sama di masa lalu adalah penatar gigih, bahkan
“manggala” dalam pelaksanaan Penataran P-4. Pancasila adalah “asas bersama”
bagi bangsa ini (bukan “asas tunggal”). Di samping itu, makin banyak orang yang
kecewa berat terhadap, bahkan menolak, perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar
amandemen) sehingga perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.
Perjalanan panjang Negara enam
dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah memberikan banyak pengalaman kepada
warganegara tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Nation and character
building sebagai cita-cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh
suatu strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan konsekuensi dari dicetuskannya Proklamasi
Kemerdekaan sebagai “de hoogste politieke beslissing” dan diterimanya Pancasila
sebagai dasar Negara dan UUD 1945 sebagai dasar Negara).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
penjelasan tersebut di atas maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini
bagaimana perkembangan budaya bangsa Indonesia dan eksistensinya dalam
kehidupan bangsa yang pluralistik.
C. Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan budaya bangsa
Indonesia dan eksistensinya dalam kehidupan bangsa yang pluralistik.
D. Manfaat
Manfaat yang
diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai patokan bagi masyarakat untuk
tetap mengembangkan dan mempertahankan budaya bangsa dalam proses globalisasi
budaya.
BAB
II
KERANGKA
TEORI
A. Definisi Kebudayaan
Kebudayaan
didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian,
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk,
rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara
selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku
dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan dapat
didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya.
Sebagai pengetahuan,
kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada dalam kepala manusia dan bukan
suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia). Sebagai
satuan ide, kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang
berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam menghadapi
suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta berisi serangkaian
konsep-konsep dan model-model pengetahuan mengenai berbagai tindakan dan
tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi
suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam
penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang dihadapi oleh
pendukungnya
Dari berbagai sisi,
kebudayaan dapat dipdang sebagai: (1) Pengetahuan yang diyakini kebenarannya
oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik
masyarakat manusia, bukan daerah atau tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi
manusialah yang mempunyai kebudayaan; (3) Sebagai pengetahuan yang diyakini
kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman menyeluruh yang mendalam dan mendasar
bagi kehidupan masyarakat yang bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupa,
kebudayaan dibedakan dari kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu
terwujud dengan mengacu atau berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh
pelaku yang bersangkutan.
Sebagai pengetahuan,
kebudayaan berisikan konsep-konsep, metode-metode, resep-resep, dan
petunjuk-petunjuk untuk memilah (mengkategorisasi) konsep-konsep dan merangkai
hasil pilahan untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam menginterpretasi dan
memahami lingkungan yang dihadapi dan dalam mewujudkan tindakan-tindakan dalam
menghadapi dan memanfaatkan lingkungan dan sumber-sumber dayanya dalam
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Dengan demikian,
pengertian kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan adalah sebagai pedoman
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
B. Unsur-Unsur Kebudayaan
Untuk lebih mendalami
kebudayaan perlu dikenal beberapa masalah lain yang menyangkut kebudayaan
antara lain unsur kebudayaan. Unsur kebudayan dalam kamus besar Indonesia
berarti bagian dari suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisi
tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayan disini lebih mengandung makna
totalitas dari pada sekedar perjumlahan usur-unsur yang terdapat di dalamnya.
Unsur
kebudayaan terdiri atas :
1. System religi
dan upacara keagamaan merupakan produk manusia sebagai homoriligius. Manusia
yang mempunyai kecerdasan, pikiran, dan perasaan luhur, tangapan bahwa kekuatan
lain mahabesar yang dapat “menghitam-putikan” kehidupannya.
2. System
organisasi kemasyarakatan merupakan produk manusia sebagia homosocius. Manusia
sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia membuat kekuatan
dengan menyusun organisasikemasyarakatan yang merupakan tempat berkerja sama
untuk mencapai tujuan baersama, yaitu meningatkan kesejahtraan hidupnya.
3. System mata pencarian yang merupakan produk
dari manusia sebagai homoeconomicus menjadikan tingkat kehudupan manusia secara
umum terus meningkat.contoh bercocok tanam, kemudian berternak, lalu
mengusahakan kerjinan, dan berdagang.
C. Kebudayaan Bangsa Indonesia
Di masa lalu,
kebudayaan nasional digambarkan sebagai “puncak-puncak kebudayaan di
daerah-daerah di seluruh Indonesia”. Namun selanjutnya, kebudayaan nasional
Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-norma nasional sebagai pedoman
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia.
Termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan
integritas teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah
air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling menghormati,
saling mencintai dan saling menolong antar sesama warganegara, untuk
bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat bangsa.
Gagasan tentang
kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai
satu bangsa sudah dirancang saat bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade
sesudah Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang
identitas Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam
tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3) persatuan
Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan semangat tinggi oleh
Sumpah Pemuda pada tahun 1928.
Di masa awal Indonesia merdeka,
identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh
rakyat Indonesia (di antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka
Merah-Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR
yang kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum
nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan sistem
birokrasi nasional). Di pihak lain, kesadaran nasional dipupuk dengan
menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme. Kesadaran nasional selanjutnya
menjadi dasar dari keyakinan akan perlunya memelihara dan mengembangkan harga
diri bangsa, harkat dan martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban,
sebagai upaya melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan,
ketertundukan, keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan
masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi untuk mencapai kemajuan. Secara
internal, pengaruh dari luar selalu mendorong masyarakat, yang dinilai statis
sekali pun, untuk bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya.
Rangsangan besar dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui
pemberitaan maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan khususnya eksternal
ini merupakan faktor strategis bagi terbentuknya suatu kebudayaan nasional.
Sistem dan media komunikasi menjadi sarana strategis yang dapat diberi peran
strategis pula untuk memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebudayaan
Beberapa faktor yang
mempengaruhi kebudayaan secara garis besar adalah :
a) Faktor
kitaran geografis
Faktor
lingkungan fisik lokasi geografis merupakan sesuatu corak budaya sekelompok
masyarakat. Dengan kata lain, faktor kitaran geografis merupakan determinisme
yang berperan besar dalam pembentukan suatu kebudayaan.
b) Faktor induk
bangsa.
Ada dua pandangan
berbeda mengenai faktor induk bangsa ini, yaitu pandangan barat dan pandangan
timur. Pandangan barat berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari beberapa
kelompok masyarakat mempunyai pengaru terhadap suatu corak kebudayaan.
Berdasarkan pandangan barat umumnya tingkat cauca soit dianggap lebih tinggi
dari pada bangsa lain,yaitu mingloid dan negroid. Sedangkan pandangan timur
berpendapat bahwa peran induk bukan sebagai factor yang lebih dulu lahir dan
cukup tinggi pada saat bangsa barat masih “ tidur dalam kegelapan. Hal itu
lebih jelas ketika dalam abad xx, bangsa jepang yang dapat diikatakan lebih rendah
daripada bangsa barat.
b) faktor
saling kontak antar bangsa.
Hubungan antar bangsa
yang makin mudah akibat sarana perhubungan yang makin sempurna menebabkan satu
bangsa mudah berhubungan dengan bangs lain.
Akibat daripada
adanya hubungan ini dapat atau tidak suatu bangsa mempertahankan jkebudayaanya
tergantung pada kebudayaan asing mana yang lebih kuat maka kebudayaan asli
dapat bertahan lebih kuat. Sebaliknya apabila kebudayaan asli lebih lemah
daripada kebudayaan asing maka lenyaplah kebudayaan aslidan terjadi budaya
jajahan yang sifatnuya tiruan.
B. Bangsa Yang Multikultural Sebagai Tantangan
Kebudayaan Bangsa Indonesia
Kita tidak dapat pula mengingkari
sifat pluralistik bangsa kita sehingga perlu pula memberi tempat bagi
berkembangnya kebudayaan sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh
warganegara Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan
kebudayaan agama, bersama-sama dengan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan
kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan
saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling
menyesuaikan (fleksibel) dalam
percaturan hidup sehari-hari.
Dalam konteks itu pula maka ratusan
suku-sukubangsa yang terdapat di Indonesia
perlu dilihat sebagai aset negara
berkat pemahaman akan lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi
budaya yang dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi
pembangunan nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki hambatan
budayanya masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa yang satu dengan yang
lainnya. Maka menjadi tugas negaralah untuk memahami, selanjutnya mengatasi
hambatan-hambatan budaya masing-masing sukubangsa, dan secara aktif memberi
dorongan dan peluang bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai
kekuatan bangsa.
Banyak wacana mengenai
bangsa Indonesia mengacu kepada ciri pluralistik bangsa kita, serta mengenai
pentingnya pemahaman tentang masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
multikultural. Intinya adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya
masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus diakui haknya untuk
mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka di tanah asal leluhur mereka.
Hal ini juga berarti bahwa masyarakat multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik.
Kelangsungan dan
berkembangnya kebudayaan lokal perlu dijaga dan dihindarkan dari hambatan.
Unsur-unsur budaya lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan perlu
dikembangkan lebih lanjut agar dapat
menjadi bagian dari kebudayaan bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan
nasional. Meskipun demikian, sebagai kaum profesional Indonesia, misi utama kita
adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai aset dan sumber
kekuatan bangsa, menjadikannya suatu sinergi nasional, memperkukuh gerak
konvergensi, keanekaragaman.
Oleh karena itu,
walaupun masyarakat multikultural harus dihargai potensi dan haknya untuk mengembangkan diri
sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah kelahiran leluhurnya, namun pada
saat yang sama, mereka juga harus tetap diberi ruang dan kesempatan untuk mampu melihat dirinya, serta
dilihat oleh masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan warganegara Indonesia,
sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah leluhurnya termasuk sebagai
bagian dari tanah air Indonesia. Dengan demikian, membangun dirinya, membangun
tanah leluhurnya, berarti juga membangun bangsa dan tanah air tanpa
merasakannya sebagai beban, namun karena ikatan kebersamaan dan saling
bekerjasama.
C. Kondisi Budaya Indonesia Pada Era
Globalisasi
Indonesia merupakan negara yang dapat
dikatakan sebagai negara yang kaya akan budayanya, dengan memiliki keragaman
yang cukup bervariasi, dapat digunakan sebagai penambah indahnya khasanah
sebuah negara. Akan tetapi, mampukah Indonesia pada jaman sekarang tetap
mempertahankan integritas kebudayaannya. Apabila di ulang kembali berbagai
peristiwa yang terjadi, banyak kebudayaan Indonesia yang telah di caplok oleh
Negara-negara lain. Hal ini dapat membuktikan dengan jelas bahwa belum adanya
kekuatan hukum yang kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tentang
kebudayaannya. Sehingga akan menyebabkan kemudahan bagi bangsa lain untuk
mengambil dan mengakuinya.
Bukan hanya itu saja, kemajuan
teknologi informasi pada masa sekarang ini telah cepatnya merubah kebudayaan
Indonesia menjadi kian merosot. Sehingga menimbulkan berbagai opini yang tidak
jelas, yang nantinya akan melahirkan sebuah kebingungan di tengah-tengah
berbagai perubahan yang berlangsung begitu rumitnya dan membuat pusing bagi
masyarakatnya sendiri.
Dan yang lebih memprihatinkan lagi,
banyak kesenian dan bahasa Nusantara yang dianggap sebagai ekspresi dari bangsa
Indonesia akan terancam mati. Sejumlah warisan budaya yang ditinggalkan oleh
nenek moyang sendiri telah hilang entah kemana. Padahal warisan budaya tersebut
memiliki nilai tinggi dalam membantu keterpurukan bangsa Indonesia pada jaman
sekarang.
Sungguh ironis memang
apabila ditelaah lebih jauh lagi. Akan tetapi, kita tidak hanya mengeluh dan
menonton saja. Sebagai warga negara yang baik, mesti mampu menerapkan dan
memberikan contoh kepada anak cucu nantinya, agar kebudayaan yang telah
diwariskan secara turun temurun akan tetap ada dan senantiasa menjadi salah
satu harta berharga milik bangsa Indonesia yang tidak akan pernah punah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan pada pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat dipaparkan pada
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Rakyat Indonesia yang pluralistik merupakan
kenyataan, yang harus dilihat sebagai aset nasional, bukan resiko atau beban.
Rakyat adalah potensi nasional harus diberdayakan, ditingkatkan potensi
dan produktivitas fisikal, mental dan
kulturalnya.
2.
Tanah air Indonesia sebagai aset nasional
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote,
merupakan tempat bersemayamnya semangat kebhinekaan. Adalah kewajiban politik
dan intelektual kita untuk mentransformasikan “kebhinekaan” menjadi
“ketunggalikaan” dalam identitas dan kesadaran nasional.
3.
Diperlukan penumbuhan pola pikir yang
dilandasi oleh prinsip mutualisme, kerjasama sinergis saling menghargai dan
memiliki (shared interest) dan menghindarkan pola pikir persaingan tidak sehat
yang menumbuhkan eksklusivisme, namun sebaliknya, perlu secara bersama-sama
berlomba meningkatkan daya saing dalam tujuan peningkatan kualitas
sosial-kultural sebagai bangsa.
4.
Membangun kebudayaan nasional Indonesia harus
mengarah kepada suatu strategi
kebudayaan untuk dapat menjawab pertanyaan, “Akan kita jadikan seperti apa
bangsa kita?” yang tentu jawabannya adalah “menjadi bangsa yang tangguh dan
entrepreneurial, menjadi bangsa Indonesia dengan ciri-ciri nasional Indonesia,
berfalsafah dasar Pancasila, bersemangat bebas-aktif mampu menjadi tuan di
negeri sendiri, dan mampu berperanan penting dalam percaturan global dan dalam
kesetaraan juga mampu menjaga perdamaian dunia”.
5.
Yang kita hadapi saat ini adalah krisis
budaya. Tanpa segera ditegakkannya upaya
“membentuk” secara tegas identitas nasional dan kesadaran nasional, maka bangsa
ini akan menghadapi kehancuran
B. Saran
Kebudayaan bangsa
Indonesia merupakan kebudayaan yang terbentuk dari berbagai macam kebudayaan
suku dan agama sehingga banyak tantangan yang selalu merongrong keutuhan budaya
itu tapi dengan semangat kebhinekaan sampai sekarang masih eksis dalam terpaan
zaman. Kewajiban kita sebagai anak bangsa untuk tetap mempertahankannya budaya
itu menuju bangsa yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat.
DAFTAR
PUSTAKA
Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa Timur
(2003). Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural. Surabaya: Penerbit Forum
Rektor Simpul Jawa Timur Universitas Surabaya.
Sulastomo (2003). Reformasi: Antara
Harapan dan Realita. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Swasono, Meutia F.H. (1974). Generasi
Muda Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas Sukubangsa. Skripsi Sarjana.
Jakarta: Fakultas Sastra UI.
--- (1999). “Reaktualisasi dan
Rekontekstualisasi Bhinneka Tunggal Ika dalam Kerangka Persatuan dan Kesatuan
Bangsa”, makalah pada seminar yang diselenggarakan oleh IAIN Syarif
Hidayatullah dan Yayasan Haji Karim Oei, Jakarta, 6 Mei.
--- (2000a). “Reaktualisasi Bhinneka Tunggal
Ika dalam Menghadapi Disintegrasi Bangsa”, makalah diajukan dalam Simposium dan
Lokakarya Internasional dengan tema
“Mengawali Abad ke-21: Menyongsong Otonomi Daerah, Mengenali Budaya Lokal, Membangun
Integrasi Bangsa”, diselenggarakan oleh Jurnal Antropologi Indonesia
bekerjasama dengan Jurusan Antropologi Universitas Hasanuddin, di Makassar, 1-5 Agustus 2000.
Swasono, S.E. (2003b). Kemandirian Bangsa,
Tantangan Perjuangan dan Entrepreneurship Indonesia. Yogyakarta: Universitas
Janabadra.
Tambunan, A.S.S. (2002). UUD 1945 Sudah
Diganti Menjadi UUD 2002 Tanpa Mandat Khusus Rakyat. Jakarta: Yayasan Kepada
Bangsaku.
Contoh Surat Perjanjian
Kesepakatan Pinjam Guna no.
1603698
Lemari Pendingin (Show Case)
Yang
bertanda tangan dibawah ini :
1. FIRDAUS dalam jabatannya selaku Pimpinan Cabang PT.
YAKULT INDONESIA PERSADA, berdasarkan surat penunjukan sebagai Kepala Cabang
dan atas nama direksi PT. YAKULT INDONESIA PERSADA, berkedudukan di Jakarta,
selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Dan
2. ZAELANI , bertindak sebagai Pemilik Toko beralamat di
Jl. DC CILEUNGSI 1 , nama tempat usaha ALFAMART MAWAR BOGOR, selanjutnya
disebut sebagai PIHAK KEDUA.
M
E N Y A T A K A N
a. Sepakat bahwa Pihak Kedua akan menggunakan
lemari pendingin (show case) milik
Pihak Pertama pada tempat usaha/toko milik Pihak Kedua, dengan Nomor Seri P901182 Jenis POLYTRON.
b. Lemari pendingin (show case) tersebut diperbolehkan hanya berada pada tempat
usaha/toko milik Pihak Kedua dengan posisi terlihat jelas dari jalan utama.
c. Pihak Kedua diperbolehkan menggunakan lemari
pendingin (show case) tersebut hanya
untuk penyimpanan dan penjualan minuman Yakult yang dikirim melalui Sales Force Cansaver Pihak Pertama.
d. Pada saat kesepakatan ini masih berlangsung,
Pihak Kedua menjamin keamanan baik sebagian maupun keseluruhan, serta
pemeliharaan atas lemari pendingin (show
case) milik Pihak Pertama di tempat usaha/toko milik Pihak Kedua. Jika
terjadi kehilangan sebagian dan/atau keseluruhan komponen pendingin yang
terpasang, maka hal tersebut menjadi beban dan tanggung jawab dari Pihak Kedua.
e. Jika terjadi kerusakan lemari pendingin (show case) secara tidak sengaja, maka
perbaikan atas hal tersebut seluruhnya menjadi tanggung jawab Pihak Pertama.
f.
Pihak Pertama
berhak menarik kembali lemari pendingin (show
case) di tempat usaha/toko milik Pihak Kedua, jika :
-
Penjualan
mengalami penurunan dan tidak tercapainya target mingguan Pihak Pertama.
-
Pihak Kedua
terbukti menggunakan lemari pendingin (show
case) tersebut untuk tujuan yang bertentangan dengan butir (c) di atas.
g. Kesepakatan Pinjam guna ini batal demi hokum,
jika :
-
show case dengan
nomor seri seperti yang tercantum pada butir (a) diatas ditukar dan/atau
diganti dengan show case dengan nomor
seri yang berbeda, maka sesuai kesepakatan kedua belah pihak, Kesepakatan
Pinjam Guna ini diganti dengan yang baru.
-
show case dengan
nomor seri seperti yang tercantum pada butir (a) di atas diambil dan/atau
ditarik kembali oleh Pihak Pertama.
h. Nilai penggantian maksimal sebesar Rp. 1.900.000,- (satu juta sembilan ratus
ribu rupiah) jika show case milik
Pihak Pertama baik keseluruhan atau sebagian karena sebab apapun musnah
dan/atau hilang.
Kesepakatan Pinjam Guna ini dibuat
untuk dapat menciptakan hubungan bisnis yang lebih baik antar pihak, dan
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bogor, 01
Desember 2012
PIHAK
PERTAMA PIHAK
KEDUA
(………………………..) (……………………….)
Langganan:
Postingan (Atom)