ANALISA FILM G30S/PKI
1. Penggambaran Bung Karno sakit keras :
Sukarno adalah pribadi yang hidup, jiwanya bergelora tapi
dalam film itu ia digambarkan sedang sakit keras, semangat hidupnya nyaris tak
ada. Di dalam cerita ini pemeran Bung Karno, Umar Khayam kerjanya hanya di
tempat tidur atau berjalan seperti orang bingung. Bahkan adegan pertama dimulai
dengan penggambaran sakitnya Bung Karno.
Pesan dari tampilnya Bung Karno yang sakit ini adalah “Raja
Sedang Sakit” dalam negara yang demokrasinya gagal, sakitnya raja akan selalu
melahirkan suasana kalut, takut, dan mencekam karena akan terjadi bayangan
perang suksesi. Disini yang siap dalam perang suksesi adalah PKI yang selalu
digambarkan rapat terus menerus. Padahal di masa terjadinya Penculikan Untung
sebelum dan sesudah Bung Karno dalam kondisi bugar, ia bagai banteng ketaton
jadi penggambaran Bung Karno di dalam ranjang yang kusam adalah sebuah pesan
sesuai dengan jalan cerita yang diinginkan oleh pembuat film dan penyokong fim
itu.
2. Setelah adanya tampilan raja sakit itu,
kemudian digambarkan dua sisi masyarakat, satu kelompok kelas
menengah yang isinya seorang laki-laki pensiunan bicara terus menerus dengan
isteri dan anaknya yang sedang latihan drumband dengan mengetuk-ngetukkan meja.
Dan penggambaran kedua adalah orang Miskin, gelandangan yang baru tiba di
Jakarta. Pesan dari film ini adalah masyarakat terdidik resah dengan kondisi
negara yang kacau balau sementara rakyat gelandangan ada dimana-mana. Kontras
semakin bisu setelah penggambaran Istana Sukarno dengan tampilan gelandangan,
secara tersembunyi film itu ingin mengesankan bahwa Sukarno yang hidup bagai
raja, sementara rakyatnya tidur di pinggir jalan dan kelaparan. Padahal
realitasnya di jaman itu Sukarno begitu dielu-elukan rakyatnya, walaupun
rakyatnya miskin tapi jiwa rakyat masih mendukung Bung Karno sebagai pemimpin
mereka, bahkan di saat itu Bung Karno berdiri di pihak rakyat jelata
berhadap-hadapan vis a vis dengan kelompok elite yang secara status quo menolak
revolusi Bung Karno yang mengganggu kenyamanan mereka.
3. Rapat-rapat PKI dan asap rokok terus menerus.
Digambarkan dalam rangkaian sebelum kejadian penculikan
rapat-rapat PKI terjadi, dan asap mengepul dimana-mana. Pesan dari adegan ini
adalah seluruh gerakan dari semua proses dialektis politik seakan-akan terjadi
karena PKI, PKI dianggap sebagai pusat penyadaran dari aktivitas Pra Penculikan
para Jenderal. Padahal sebelum terjadinya gerakan Untung, kegiatan intelijen
tidak hanya dilakukan PKI, bahkan PKI sendiri masih bagian kecil dari gerakan
itu. Gerakan intel ada yang dari kelompok Bandrio melalui BPI, gerakan Angkatan
Darat lewat segala macam move politiknya, gerakan Partai-Partai Politik baik
yang sudah disortir macam PSI lewat Gemsos-nya dan pelarian di luar negeri yang
membangun jaringan politik internasional, Masyumi yang habis gara-gara PRRI
kemudian digantikan posisinya oleh NU, HMI yang bertahan dari ancaman DN Aidit
untuk dibubarkan, Gerakan Ganjang Malaysia yang lagi seru-serunya, Sosialisasi
Angkatan Ke V yang ditolak Yani, Gerakan diam-diam Nasution yang juga
menggunakan agen intel bernama Oejeng Suwargana (banyak diceritakan baik oleh
Rosihan Anwar ataupun AM Hanafi), Ditemukannya rekaman rencana Dewan Djenderal
oleh beberapa orang Partai yang memuat nama S Parman, dipersiapkan sebagai
Jaksa Agung dan banyak lagi selentingan-selentingan yang memang wajar di masa
semuanya bersiap dalam pertarungan politik di masa revolusi Sukarno. Tapi yang
jelas PKI bukanlah satu-satunya pusat dari pertarungan itu.
4. DN Aidit dan asap rokok.
Digambarkan DN Aidit sebagai seorang perokok, padahal yang
perokok bukanlah DN Aidit tapi pemeran DN Aidit dalam film itu : Syu’bah Asa.
Hanya saja sebagai penguatan karakter orang yang sedang membangun rencana maka
asap rokok diperlukan untuk menjadi sebuah arahan bagaimana orang sedang
berpikir keras untuk membangun rencana jahatnya sesuai dengan keinginan pembuat
film. Dalam peran antagonis di film ini, rokok menjadi salah satu blocking yang
menarik.
5. Hadirnya Suharto yang tiba-tiba.
Dalam film itu setelah penculikan Untung Suharto ada secara
tiba-tiba. Di awal-awal sebelum penculikan seakan-akan Suharto tidak ada dan
tidak berperanan. Film ini ingin memesankan : Suharto tidak tahu menahu soal
perencanaan dan tidak bermain di prolog Gestapu dan film ini berakhir dalam
adegan penggalian lobang buaya dan ditambahi suara rekaman AH Nasution. Film
ini hanya menekankan pada aksi penculikan, makanya setelah film G 30 S/PKI
sebenarnya ada film lanjutan judulnya ‘Supersemar’ tapi entah kenapa film
lanjutan itu tidak jadi dipertunjukkan, oleh sebab memang penyimpangan Suharto
yang paling utama terjadi setelah pasca penculikan seperti penafsiran masalah
Supersemar. Padahal dalam kejadian sebenarnya Suharto juga berperanan dalam
prolog kejadian Untung seperti : Suharto memerintahkan dengan mengeluarkan
radiogram no. T 220/9 pada tanggal 15 September 1965 dan radiogram lanjutan T
230/9 Yon 530 Brawijaya dan Yon 454 ‘Banteng Raiders’ Diponegoro untuk datang
ke Jakarta dengan kelengkapan penuh. Sementara pada tanggal 29 September 1965
Suharto melakukan inspeksi ke Pasukan tersebut. Dua Batalyon yang datang inilah
yang kemudian terlibat dalam peristiwa penculikan Untung. Selain Resimen
Cakrabirawa yang juga digunakan oleh Letnan Kolonel Untung untuk melakukan
pekerjaan gilanya. Jadi hadirnya Suharto dalam peristiwa G 30 S/PKI bukanlah
tiba-tiba apalagi pada tahun 1978 pada Pledoi Kolonel Latif dinyatakan Suharto
dua kali dilapori oleh Latif tentang rencana operasi Latif ini dan Suharto
sudah mendapatkan kabar, tapi ini sama sekali tidak pernah ada adegan dalam
film itu.
6. Film ini tidak secara jelas siapa yang memerintahkan
membunuh para Jenderal itu.
Artinya film G 30
S/PKI yang sangat indah dalam filmis dan wajib tonton lebih menekankan pada
histeria massa. Ketakutan-ketakutan yang ditimbulkan seperti peristiwa
penginjakan Al Qur’an dan segala macam bentuk kemuraman yang mengelilinginya.
Film itu berakhir dengan datangnya fajar dimana gelandangan tadi melihat
Jakarta yang cerah seakan-akan hadir sebuah jaman baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar